Pages

SPACE FOR IKLAN

Selasa, 11 Oktober 2011

Sendratari ‘Sansayan Sekeghumong’ Jawara IEFC


Sendratari Sansayan Sekeghumong yang dipersembahkan Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah (IKPMD) Lampung meraih dua kategori juara pada International Etnic Culture Festival (IECF). Kegiatan tersebut diselenggarakan pada 7—9 Oktober di Monumen Serangan Umum 1 Maret, Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Dua kategori yang dimenangkan masing-masing juara pertama tari terbaik dan juara pertama kategori penata tari terbaik.
Sementara itu, perwakilan dari Jawa Tengah mendapatkan juara kedua tari terbaik dan juara kedua kategori penata tari terbaik. Sedangkan juara ketiga diraih perwakilan Sulawesi Selatan. Demikian rilis yang diterima Lampung Post, Senin (10-10).
Acara yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DIY bersama Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah (IKPMD) se-Indonesia ini memperebutkan piala Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Sendratari Sansayan Sekeghumong menceritakan kisah cinta Kekuk Suik, Pangeran Terakhir Kerajaan Sekala Bgha Hindu, yang tak mendapat restu dari ibundanya, Ratu Sekeghumong.
Kisah Sansayan Sekeghumong sendiri adalah hasil eksplorasi yang bersumber dari salah satu bagian cerita dalam novel Perempuan Penunggang Harimau karya M. Harya Ramdhoni, diterbitkan BE Press 2011, yang mengangkat kenyataan sejarah asal muasal Lampung.
Menurut Novan Saliwa, sendratari Sansayan Sekeghumong ini didukung oleh mahasiswa dan mahasiswi Lampung di Yogyakarta: Erindiasti Wahyu, Novan Saliwa, Dina Febriani, Rheny Chanjaya, Nuraini Mustika Sari Dewi, Rizky Al Saddam Saputra, Aline D'chiyonk Shirabyoushi, Ibrahim Noeh, Indit Rahmawati, Ajeng Bistar, Hendi, dan Ari. Sementara para pemusik, antara lain Risendi Novriza, Suhendri Wijaya, Riski Febriansyah, dan Atin.

Adopsi anak menurut hukum islam


A.    Latar belakang
            Agama Islam diturukan dimuka bumi sebagai rahmatan lilalami. sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur mencakup seluruh aspek kehidupan baik politik, hukum, sosial dan budaya, serta masalah pengangkatan anak, orang Islam dapat mengaurangi kehidupan dan memecahkan setiap problem dalam kehidupan.
            Keinginan untuk menpunyai anak adalah naluri manusiawi dan alami akan tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada takdir illahi, di mana kehendak mempunyai anak tidak tercapai. Akan tetapi semua kuasa ada di tangan Tuhan. Apapun yang mereka usahakan apabila Tuhan tidak menghendaki, maka keinginan merekapun tidak akan terpenuhi, hingga jalan terakhir semua usaha tidak membawa hasil, maka diambil jalan dengan pengangkatan anak (adopsi).
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengemukakan tentang salah satu persoalan kebutuhan manusia, yakni khusus aspek pengangkatan anak dan pewarisan anak angkat, dari berbagai macam cara pengangkatan anak. Sebagai suatu gambaran, bahwa pengangkatan anak semakin bertambah di masyarakat kita saat-saat ini
            Dalam hukum Islam tidak mengenal pengangkatan anak dalam arti menjadi anak kandung secara mutlak, sedang yang ada hanya di perbolehkan atau suruhan untuk memelihara dengan tujuan memperlakukan anak dalam segi kecintaan pemberian “nafkah, pendidikan atau pelayanan dalam segala kebutuhan yang bukan memperlakukan sebagai anak kandung (nasab). Permasalah inilah hendak penulis kaji secara mendalam yang berkaitan dengan masalah pengangkatan anak dan pewarisan anak angkat.
            Sedangkan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam praktek pengadilan agama, berdasarkan pasal 171 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam yang berlaku di Indonesia Inpres No I Tahun 1991 tangal 10 Juni 1991, menetapkan bahwa anak angkat ialah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sendiri, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asli kepada orang tua angkat berdasarkan keputusan pengadilan.untuk ityulah perlu adanya kajian tentang adopsi/pengngkatan anak ini.

B.     Pokok Masalah
Berdasarkan uraian dan paparan pada latar belakang masalah di atas tentang adopsi anak, maka kajian mengenai masalah ini dibatasi dan dirumuskan dalam beberapa pokok maslah,yaitu:
1.      bagaimanakah hukum adopsi anak menurut pandangan Islam?
2.      bagaimanakah akibat hukum dari adopsi anak?

C.    Kerangka teoritik
Pertama dilihat dari hukum positif Adopsi anak itu dikenal dalam seluruh sistem hukum adat di Indonesia. Pengaturan tentang penangkatan anak di atur antara lain di KUHPerdata (Untuk Golongan Tionghoa dan Timur Asing) dan juga diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA). Selain itu pengaturan teknisnya banyak tersebar dalam bentuk SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung)
Kedua adopsi dilihat dari Ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil keharaman pengangkatan anak dimaksud adalah surat Al-Ahzab: 4 -5:
وما جعل ا دعياءكم ابناءكم ذلكم قولكم بافواهكم والله يقول الحق وهو يهدى السبيل ادعوهم لاباءهم هو اقسط عند الله فان لم تعلموا اباءهم فاخوانكم في الدين وموالكم 
“... Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu itu sebagai anak-anak kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataamu yang  kamu ucapkan saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya, dan Dia menunjukkan jalan yang benar. Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama ayah-ayah mereka. Itulah yang lebih adil di sisi Allah. Dan kalau kamu tidak mengetahui siapa ayah-ayah mereka, maka panggillah mereka sebagai saudaramu seagama, dan budak-budak yang telah kamu merdekakan …”  
Allah juga telah berfirman:
وتعانوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الاثم والعدوان
Dan tolong menolonglah kamu dalam melakukan kebajikan dan takwa dan  jangan tolong menolong kamu dalam melakukan perbuatan dosa dan permusuhan.” (Q.S. : Al-Maidah; 3)
Dalam Surat Al-Maun: 1 - 3 Allah mengecam orang yang menyia-nyiakan anak yatim dan tidak mau berusaha menggalang dana untuk meyantuni orang-orang miskin. Mereka dianggap-Nya sebagai pendusta agama.
ارايت الذي يكذب بالدين فذلك الذي يدع اليتيم ولا يحض على طعام المسكين
Kemudian Rasulullah saw telah menjanjikan, bahwa beliau akan bersama-sama di dalam surga dengan orang-orang  yang memelihara anak yatim.
انا وكافل اليتيم في الجنة
Dan masih banyak lagi ayat maupun hadits yang memandang mulia kepada perbuatan yang membela kepentingan orang lemah, miskin dan yatim piatu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mengangkat anak dengan motif demi kesejahteraan anak  angkat adalah termasuk pebuatan mulia, yang jelas diperbolehkan.
Ketiga adopsi yang dilakukan apakah sudah sesuai dengan kaidah fiqh menolak mafsadah dan meraih maslahah  yaitu:
درءالمفاسد وجلب المصا لح
Keempat dilihat dari kompilasi hukum Islam tentang wasiat wajibah untuk anak angkat yang terhalang mendapat waris karena tidak ada hubungan nasab.
Kelima kemudian di singkronkan dengan Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Adopsi (pengangkatan anak). Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia tahun 1984 yang berlangsung pada bulan Jumadil Akhir 1405 H./Maret 1984 memfatwakan tentang adopsi.

D.    Analisis
a.      Pengertian Anak Angkat
Sebelum membahas masalah hukum pengangkatan anak, terlebih dahulu diuraikan secara singkat tentang  defenisi anak angkat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dalam pembasan selanjutnya.
Dari berbagai definisi yang diberikan oleh para ahli, ada dua corak pengertian anak angkat sebagaimana disampaikan oleh  Mahmud Syaltut yang dikutif Andi Syamsul Alam  bahwa ada dua pengertian anak angkat. Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tanpa diberikan status anak kandung kepadanya sesuai dengan surat dan Al-Maidah; 3 untuk saling tolong menolong dalam kebaikan.
Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan dia diberi status sebagai anak kandung sehingga hak dan kewajibannya sama seperti anak kandung dan dinasabkan kepada orang tua angkatnya. Adopsi yang seperti ini yang dilarang oleh hujkum islam karena mngubah nasabnya kepada ayah angkatnya dan itu bertentangan dengan al-Qur’an surat Al-Ahzab: 4 -5.
 Persamaan dari dua jenis defenisi tersebut adalah dari aspek perlindungan dan kepentingan anak seperti pemeliharaan, pengasuhan, kasih sayang, pendidikan, masa depan dan kesejahteraan anak. Titik perbedaannya terletak pada pentuan nasab dengan segala akibat hukumnya. Anak angkat yang tidak dinasabkan kepada orang tua angkatnya tidak berhak waris mewarisi, menjadi wali dan lain sebagainya. Sedang anak angkat yang dinasabkan dengan orang tua angkatnya berhak saling mewarisi, menjadi wali, dan hak-hak lain yang dipersamakan dengan anak kandung.
Definisi dalam UUPA tentang angkat adalah Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan (Pasal 1 angka 9)
Tetapi UU yang sama juga memberikan definisi tentang anak asuh yaitu Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar (Pasal 1 angka 10)
Prinsipnya adalah bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. (pasal 14) pengangkatan anak diatur dalam Pasal 39 – 41 UUPA
Pasal 39
1.      Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.      Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
3.      Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
4.      Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
5.      Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
Pasal 40
1.      Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya.
2.      Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
Pasal 41
1.      Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak.
2.      Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Lalu syarat dan prosedur apa yang mseti ditempuh untuk melakukan pengangkatan anak yang keduanya adalah WNI
Syarat calon orang tua angkat (pemohon) Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antar orang tua kandung dengan orang tua angkat (private adoption) diperbolehkan pengangkatan anak oleh orang yang sudah/belum menikah juga diperbolehkan (single parents adoption)

Syarat bagi anak yang diangkat (SEMA No. 6/1983):
1.      Dalam hal calon anak angkat tersebut berada dalam asuhan suatu Yayasan Sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri Sosial bahwa Yayasan yang bersangkutan telah diizinkan bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak. Ini berarti bagi pengangkatan anak yang tidak diasuh dalam Yayasan Sosial tidak memerlukan surat izin dimaksud.
2.      Calon anak angkat yang berada dalam asuhan Yayasan Sosial yang dimaksud di atas harus pula mempunyai izin tertulis dari Menteri Sosial atau Pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat.
3.      Bagi pengangkatan anak WNA oleh orang tua angkat WNI dan anak WNI oleh orang tua angkat WNA, usia anak yang diangkat harus belum mencapai umur 5 tahun; dan ada penjelasan dari Menteri Sosial/pejabat yang ditunjuk bahwa anak WNA/WNI tersebut diizinkan untuk diangkat sebagai anak angkat oleh orang tua angkat WNI/WNA yang bersangkutan.
4.      Pengangkatan anak antar WNI yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan orang tua angkat (private adoption) diperbolehkan. Begitu pula pengangkatan anak antar WNI yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption) diperbolehkan.
5.      Sedang pengangkatan anak WNA/WNI oleh orang tua angkat WNI/WNA harus dilakukan melalui Yayasan Sosial yang memiliki izin dari Menteri Sosial, sehingga pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan calon orang tua angkat  (private adoption) tidak diperbolehkan. Demikian juga pengangkatan anak oleh orang yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption) tidak diperbolehkan.
6.      Di samping itu bagi orang tua angkat WNA harus telah berdomisili dan bekerja tetap di Indonesia sekrang-kuranya 3 tahun dan harus disertai izin tertulis Menteri Sosial atau pejabat yang ditunjuk, bahwa calon orang tua angkat WNA memperoleh izin untuk mengajukan permohonan pengangkatan anak seorang warga negera Indonesia;

Syarat-syarat tersebut apabila ditinjau dari sudut hukum Islam dapat dibenarkan, karena semua itu bertujuan demi mewujudkan kesejahteraan anak atau demi menghindarkan aksi penyalahgunaan pengangkatan anak untuk kepentingan tertentu yang dapat menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan anak. Hal demikian sejalan dengan prinsip-prinsip hukum Islam, yakni menolak mafsadah dan meraih maslahah  درءالمفاسد وجلب المصا لح(dar’ul mafaasid wa jalbul mashaalih).
Meskipun dalam sistem hukum Islam anak angkat tidak dapat saling mewarisi dengan orang tua angkatnya, namun ada instrument hukum lain yang dapat melindungi kepentingan mereka terhadap harta peninggalannya yakni lewat instrument wasiat wajibah. Hal ini didasarkan pada pasal 209 Kompilasi Hukum Islam yakni :
1.      Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal-pasal 176 sampai dengan pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkat.
2.      Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia tahun 1984 yang berlangsung pada bulan Jumadil Akhir 1405 H./Maret 1984 memfatwakan tentang adopsi sebagai :
1.      Islam mengakui keturunan (nasab) yang sah, ialah anak yang lahir dari perkawinan (pernikahan).
2.      Mengangkat (adopsi) dengan pengertian anak tersebut putus hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu kandungnya adalah bertentangan dengan syari’ah Islam.
3.      Adapun pengangkatan anak dengan tidak mengubah status nasab dan Agamanya, dilakukan atas rasa tanggung jawab sosial untuk memelihara, mengasuh dan mendidik mereka dengan penuh kasih sayang, seperti anak sendiri adalah perbuatan yang terpuji dan termasuk amal saleh yang dilanjutkan oleh agama Islam.
4.      Pengangkatan anak Indonesia oleh Warga Negara Asing selain bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 34, juga merendahkan martabat bangsa.

E.     Kesimpulan
            Adapun akibat hukum pengakatan anak adalah sebagai berikut:
1.      Mengangkat (adopsi) dengan pengertian anak tersebut putus hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu kandungnya adalah bertentangan dengan syari’ah Islam.
2.      Adapun pengangkatan anak dengan tidak mengubah status nasab dan Agamanya, dilakukan atas rasa tanggung jawab sosial untuk memelihara, mengasuh dan mendidik mereka dengan penuh kasih sayang, seperti anak sendiri adalah perbuatan yang terpuji dan termasuk amal saleh yang dilanjutkan oleh agama Islam.
3.      Orang tua angkat harus mendidik dan memelihara anak angkat sebaik-baiknya.
4.      Anak angkat tidak menjadi ahli waris orang tua angkat, maka ia tidak mendapat warisan dari orang tua angkatnya. Demikian juga orang tua angkat tidak menjadi ahli waris anak angkatnya, maka ia tidak mendapat warisan dari anak angkatnya.
5.      Anak angkat boleh mendapat harta dari orang tua angkatnya melalui wasiat. Demikian juga orang tua angkat boleh mendapat harta dari anak angkatnya melalui wasiat. Besarnya wasiat tidak boleh melebihi 1/3 harta.
6.      Terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.
7.      Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

Al-Ahzab: 4 -5
Al-Maidah(5):3
Samsul Ma’araif, kaidah-kaidah Fiqih (bandung:Pustaka Ramadhan,2005), hlm 29

وتعانوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الاثم والعدوان
Dan tolong menolonglah kamu dalam melakukan kebajikan dan takwa dan  jangan tolong menolong kamu dalam melakukan perbuatan dosa dan permusuhan.
 وما جعل ا دعياءكم ابناءكم ذلكم قولكم بافواهكم والله يقول الحق وهو يهدى السبيل ادعوهم لاباءهم هو اقسط عند الله فان لم تعلموا اباءهم فاخوانكم في الدين وموالكم
“... Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu itu sebagai anak-anak kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataamu yang  kamu ucapkan saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya, dan Dia menunjukkan jalan yang benar. Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama ayah-ayah mereka. Itulah yang lebih adil di sisi Allah. Dan kalau kamu tidak mengetahui siapa ayah-ayah mereka, maka panggillah mereka sebagai saudaramu seagama, dan budak-budak yang telah kamu merdekakan

SEMA No. 6 tahun 1983
Samsul Ma’araif, kaidah-kaidah Fiqih (bandung:Pustaka Ramadhan,2005), hlm 29
Kompilasi hukum Islam cet ke-1 (bandung :fokusmedia,2005) hlm 66<a href="http://phpweby.com/hostgator_coupon.php">hostgator coupon</a>

Senin, 10 Oktober 2011

14 Sekolah Ikuti Futsal Dakwah Cup 2011

Menggairahkan kembali futsal di kalangan pelajar, Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga UIN Sunan Kalijaga menggelar Futsal Dakwah Cup 2011. Ini merupakan event pertandingan futsal antar SMA/SMK/MA se-Jawa. Event ini memperebutkan Tropi Dekan UIN Sunan Kalijaga.
"Pertandingan kali ini merebutkan tropi Dekan Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga,” ungkap Alfan Hidayat, salah seorang panitia pelaksana. Pertandingan futsal bergengsi ini digelar sejak Jumat (30/9) dan berakhir Minggu (2/10) kemarin, bertempat di Gor Futsal UIN Sunan Kalijaga. Peserta yang mendaftarkan diri sejumlah 14 tim yang mewakili sekolah masing-masing. Sekolah yang berpartisipasi berasal dari beberapa daerah di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Alfan mengatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan oleh UKM Olahraga UIN Sunan Kalijaga  dengan maksud untuk memberikan ruang bagi tim futsal pelajar SMA/SMK/MA agar dapat berkompetisi secara sportif danprofessional di olahraga futsal tersebut. Melalui kegiatan ini diharapkan tercipta bibit unggul futsal yang berbakat. Dan tentu saja akan memperkaya pemain muda Indonesia.
”Kami berharap kegiatan ini menambah semangat siswa SMA/SMK/MA untuk mengembangkan minat dan bakat yang dimiliki,” pungkas Alfan
SMA N 1 Sewon berhasil meraih gelar juara pertama ajang Futsal Dakwah Cup 2011 yang digelar oleg Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga UIN Sunan Kalijaga. Dalam pertandingan yang digelar di Gor Futsal UIN Minggu (2/10) sore. SMA N 1 Sewon unggul melawan SMA Muhamadiyah 7 Yogyakarta.
Perjalanan SMAN 1 Sewon sampai ke final diawali dengan kemenangan melawan SMAN 3 Semarang. Kemenangan ini mengantarkannya ke babak semi final dan bertemu SMAN 4 Yogyakarta. Setelah berhasil mengalahkan SMAN 4 Yogyakarta, SMA Sewon melaju ke babak final yang bertemu SMA Muhamadiyah 7 Yogyakarta.
Sebelum melaju ke final sebagai lawan SMAN 1 Sewon, SMA Muhamadiyah 7 Yogyakarta berhasil mengalahkan MA Muallimin di pertandingan pertamanya. Kemenangan ini mengantarkannya ke babak semi final dan bertemu SMAN 3 Purwokerto. Setelah berhasil mengalahkan SMAN 3 Purwokerto, Muhamadiyah 7 Yogya melaju ke babak final yang bertemu SMA Sewon.
Sementara itu, Pertandingan perebutan juara ke tiga dan empat, dilakukan oleh SMAN 4 Yogyakarta dan SMAN 3 Purwokerto. Dalam pertandingan ini, SMAN 4 Yogyakarta berhasil mengalahkan SMAN 3 Purwokerto yang membuat ia menempati posisi ketiga.
Dalam gelaran ini, panitia menyediakan empat buah piala dan empat paket uang pembinaan. Piala dan uang pembinaan akan diberikan kepada juara satu, dua, tiga, dan empat. Selain itu, panitia juga menyediakan uang untuk pemain yang menjadi top score dalam pertandingan ini. Uang pembinaan untuk juara pertama sebesar Rp 2.500.000, juara ke dua sebesar Rp 1.800.000, juara ke tia dan keempat masing – masing Rp 1.200.000 dan Rp 850.000


"Pemujaan Terakhir di Bulan Bakha"


oleh Muhammad Harya Ramdhoni pada 26 September 2011 jam 22:15

Pemujaan Terakhir di Bulan Bakha  fragmen dari Novel "PERSAUDARAAN MAULANA" sekuel kedua Novel "PEREMPUAN PENUNGGANG HARIMAU"
Makam Ratu Sekeghumong di Perbukitan Bedudu Belappau, dua minggu setelah kejatuhan Sekala Bgha.
SINDI tak henti ciumi nisan pada kubur batu itu. Tangisnya terputus-putus hanyutkan sesiapa saja yang hadir disitu tak terkecuali suami, ayah mertua dan ketiga saudara iparnya. Isaknya terdengar tertahan. Tercekat-cekat bagai suara jabang bayi. Sesak didadanya adalah hasil persekutuan berbagai perasaan sedih, marah, dan dendam. Berbagai macam perasaan itu diaduk menjadi satu menghasilkan sebuah kepiluan nan asing. Keganjilan yang tak ia kenali lagi rupanya. Di depan kubur batu itu ia ingin berucap agar amarah, dendam dan pilu itu segera mendapat pelampiasannya masing-masing. Tetapi ia tak mampu. Dan sesungguhnya ia memang betul-betul tak sanggup bahkan untuk berkata sesayup-sayup sampai sekalipun. Kata-kata yang biasa terucap begitu saja dengan riangnya tiba-tiba lindap dari belah bibirnya yang ranum. Bahkan sepasang lesung pipinya turut bersembunyi. Seolah merasa tentram dininabobokan kedua belah pipi gembilnya nan menggemaskan. Hujan yang tiba-tiba rinai membawa satu pertanda. Sebuah isyarat dari hati perempuan belia yang remuk redam. Disebab kehilangan ibunda tercinta. Disebab tersandera pada dua perkara, bersetia pada ajaran leluhur atau menyerah takluk pada ketampanan lelaki yang kini telah menjadi suaminya. Ia dengan sadar dan tanpa paksaan telah memilih yang kedua. Mengkhianati Ibunda Ratu Sekeghumong sekaligus leluhur dan wangsanya sendiri adalah pilihan pahit yang dulu sempat ia sesali. Tetapi kini sama sekali sesal itu perlahan-lahan mulai hilang. Lesap entah kemana. Ia menangis pagi ini bukan disebabkan sesal telah khianati ibu, wangsa dan leluhurnya. Tangisnya adalah pelampiasan belaka pada ketidaksanggupan menerima kenyataan bahwa ibunya harus berpulang dengan cara mengenaskan, terbunuh oleh saudara iparnya sendiri. Lebih dari itu ia sesali juga dirinya yang tak sempat melihat detik-detik kepergian Ibunda Ratu menuju baka.
Airmatanya tak henti meleleh dan sedu-sedannya makin menghebat. Maulana Belunguh sigap memeluknya dalam hangat. Sesekali tangan lelaki muda perantau Peuereulak itu mengelus-elus perut istrinya yang semakin membesar. Ia rasakan ada getaran hidup merambat pelan. Nafas terputus-putus dari janin yang menghisap saripati makanan ibunya. Ada bayi disana. Ada sesosok makhluk hidup temurun dua zuriat yang saling bermusuhan. Cucu kandung dua orang yang saling bertikai, Sekeghumong dan Maulana Penggalang Paksi.
* * * * *
SINDI telah lama mahfum ibunya akan segera berpulang ke pangkuan Ilahi. Isyarat dari Yang Maha Ghaib telah ia terima melalui mimpi berkali-kali, belasan bulan lalu sejak kisah cintanya dengan Maulana Belunguh baru diukir oleh malaikat penjaga cinta.  Mimpi pertamanya perihal kematian ibunya hadir dalam wujud yang amat mengerikan. Ibunya muncul dengan kepala nyaris putus dan leher bersimbah darah. “Anak perempuan terkutuk! Semestinya ku gugurkan engkau sejak masih berupa janin!”, suara Sekeghumong terdengar menakutkan berbaur dengan lintasan sosok sang ratu yang mengerikan.
Mimpi-mimpi serupa bergantian mengunjungi alam bawah sadarnya dan memapah dirinya menuju ketakutan tak terperi. Dari mimpi-mimpi itu tersirat betapa tak sedikitpun kerelaan menatah dalam hati ibunya. Restu dan doa memang tak pernah didapat Sindi demi menempuh bahtera perkawinannya dengan Belunguh. Restu dan doa yang tak pernah terucap disebab kebencian dan kesumat yang terlahir.
“Bukan hanya karena lelaki yang tengah kau puja menganut agama dan igama berbeda, Nak, tetapi juga karena perbedaan kasta di antara kalian yang mencolok. Kekasihmu itu tak jelas asal-usulnya. Siapa dia? Keturunan siapa ayahnya? Dari dunia antah berantahkah asal-usul mereka? Ku tak ingin darah mulia nenek moyangku dikotori segumpal nanah milik lelaki jahanam haram jadah. Nujum para puyang mengenai kedatangan mereka dan penistaan terhadap Pokok Suci Melasa Kepappang juga tak boleh dilupakan. Sayangi kehormatanmu dan harga diriku, Putri Dalomku. Ibu memohon…”
Suara menghiba Ibu Ratunya seakan kembali terdengar dibawa semilir angin perbukitan Bedudu-Belappau. Kata-kata yang terucap lirih kala dirinya masih tergolek lemah beberapa hari setelah peristiwa menggemparkan lebih dari setahun yang lalu di Lamban Dalom Bunuk Tenuagh. Saat itu Sindi berkeras dan membabi-buta hendak mencelakai diri sendiri demi menyelamatkan kekasih hatinya beserta ayah dan ketiga saudara lelaki Maulana Belunguh dari serbuan mata pedang Ibu Ratunya.
Kini bisikan separuh mengancam separuh memohon itu kembali terngiang. Mengetuk-ketuk alam bawah sadarnya. Menyerunya untuk menyesali segala kealpaannya. Namun Sindi tak hiraukan semua itu. Mata hatinya telah lama dibutakan oleh cinta pada Belunguh. Cinta itu telah pun berpinak menjadi janin yang kini tengah dikandungnya. Belum lagi betapa ajaran Jalan Yang Lurus telah menyanderanya dalam labirin tak berpintu. Dulu, ia seringkali bersesal hati karena telah khianati Ibu Ratu, Melasa Kepappang dan keagungan Wangsa Sekala Bgha. Dulu, ia merasai dirinya sebagai pendurhaka tak termaafkan. Akan tetapi itu dulu, tatkala cinta butanya terhadap Belunguh belum bersekutu dengan keimanannya pada Allah Ta’ala dan Lelaki Mulia Nan Terpuji sebagai utusan-Nya. Kini sesalnya hanyalah pada takdir Illahi yang tak memberinya kesempatan untuk sekejap saja saksikan detik-detik kepulangan Ibu Ratunya menuju baka.
* * * * *
“ALLAH saja yang berhak menempatkan Yang Mulia Pun Beliau Ratu Sekeghumong dalam tempat yang layak. Hanya kepada Yang Maha Pengampun kita pohonkan keluasan hati-Nya demi pengampunan dosa ke atas diri beliau. Bertabahlah Sindi anakku, hanya do’a tak putus yang mesti kita panjatkan kepada Allah Ta’ala semata.”
Sindi mengangguk ragu sembari terus sesenggukan mendengar perkataan ayah mertuanya. Lelaki tua nan bijaksana itu sejak semula telah mewanti-wanti kemungkinan-kemungkinan terburuk dan tak terduga berkaitan dengan perkawinannya dengan Belunguh.
“Sepanjang yang ku ketahui, inilah perkawinan termahal dalam sejarah umat manusia dimana dendam kesumat dan perbedaan keyakinan dilebur oleh sucinya perkawinan”, kesah Maulana Penggalang Paksi di hari perkawinan Sindi dengan Maulana Belunguh di lereng gunung Pesagi berbulan-bulan yang lalu.
Ucapan ayah mertuanya belasan bulan lalu itu pada akhirnya menemui bukti yang nyata di depan matanya, kini disini di atas Perbukitan Bedudu. Perkawinannya dengan Belunguh memang coba leburkan gurat dendam agar tak terwariskan kepada anak cucu. Namun perkawinan itu tetap tak juga mampu menggagalkan kematian penguasa terakhir Sekala Bgha sebagai tumbalnya.
* * * * *
SINDI terbangun kala azan subuh menyeruak udara gigil Al Liwa. Suara nyaring Maulana Belunguh suaminya terdengar lantang menantang digdaya alam raya Sekala Bgha. Seusai ziarah kubur nan mengharubiru ke makam ibunya di Perbukitan Bedudu kemarin pagi ia tak ingat apa-apa lagi. Kesedihan tak terpermanai telah meruntuhkan jiwa dan raganya. Sindi sungguh-sungguh terpukul saksikan jasad ibunya terkubur tanpa punya kesempatan lagi untuk mengugat apalagi melawan dengan garangnya. Perempuan segagah itu harus dikalahkan kesombongannya sendiri. Sempat ia rasakan tangan kekar suaminya menggendongnya ke atas kereta kuda. Setelah itu ia sama sekali terlena dalam pingsannya. Ketika ia sadar tubuhnya tengah berbaring lemah dalam salah satu tenda kulit beruang di bekas pelataran Lamban Dalom Sekala Bgha.
“Ibunda Ratu…”, ucapnya lirih memangil nama ibunya tatkala menyadari ia sedang terbaring tak jauh dari puing-puing istana kebanggaan Ratu Penunggang Harimau. Sakit hati yang dikalahkan kecintaannya kepada Belunguh tiba-tiba terbit kembali. Tetapi Sindi pun sadar bahwa ia takkan dapat berbuat apa-apa demi lampiaskan segala sakit hati itu. Tangis tersedu-sedu dan memilukan akhirnya yang terdengar dari mulutnya. Sebagai penuntas rasa kesal dan sesal dihati yang akan terus berurat-berakar melampaui keturunan ketujuh.
Diam-diam Belunguh saksikan perilaku istrinya dengan hati terenyuh. Perempuan terkasihnya itu menenggelamkan mukanya pada kedua belah tangan. Tubuh Sindi terguncang-guncang menahan sebak dan duka cita. Belunguh hampiri belahan hatinya, merangkulnya dalam kasih tulus ala suami pilihan. Tak sia-sia Sindi mempertaruhkan selembar nyawa demi mendapatkan cinta seorang Belunguh. Ia dapatkan seorang lelaki penyayang sebagai pengganti mendiang ibunya.
“Mari bersembahyang subuh, Humairaku, kekasihku berpipi gembil merona”, rayu Maulana Belunguh.
Sindi tak menjawab. Ia malah lekas jatuhkan kepalanya pada dada bidang lelaki itu. Kemudian tangis duka citanya kembali menghiba. Terdengar sesak dan cekat. Ia tumpahkan segala rasa sesal dan kesal itu. Belunguh membalas sedu sedan itu dengan membelai rambut legam perempuannya. Aroma melati bercampur harum minyak kesturi tercium perlahan.  
“Allah Maha Tahu namun Ia menunggu usaha dan doa kita kaum beriman.”
Sindi pasrah pada bujukan suaminya. Ia biarkan Belunguh menuntunnya menuju tempat bersuci tak jauh dari situ. Keduanya pun bergabung dengan Maulana Bersaudara dan ratusan prajurit Syahadat untuk memulai sembahyang subuh berjamaah.
* * * * *
“PERGI kemanakah engkau duhai sesembahan bangsa Tumi?”, tanya Sindi pada diri sendiri ketika menyadari pohon nangka bercabang dua itu tak lagi berada di tempatnya. Degup jantungnya berubah kencang tatkala menyadari bangunan kayu yang meneduhi pohon ajaib itu pun telah bertukar wujud menjadi kayu bakar tak bernilai. “Adakah sesuatu yang buruk telah menimpamu wahai pohon Melasa?”
“Demi menjamin tegaknya Al Liwa di bumi Sekala Bgha kami memutuskan menebang Melasa Kepappang. Tiada Ilahi melainkan Allah semata dan Lelaki Mulia Nan Terpuji merupakan utusan-Nya. Pembiaran terhadap pohon nangka bercabang dua itu hanya akan melahirkan kesyirikan dan pendurhakaan tak terampuni di mata Allah.”
Kata-kata yang terucap dari mulut Maulana Penggalang Paksi seusai sembahyang subuh seolah menjawab tanya Sindi. Melasa Kepappang telah dimusnahkan demi kedaulatan Tuhan baru beserta Nabi-Nya. Pohon nangka bercabang dua dianggap sebagai penghalang bagi tegaknya Ketauhidan ajaran Jalan Yang Lurus di bumi Sekala Bgha.
Putri Dalom Sekala Bgha memiliki keintiman khusus dengan dewa tertinggi sesembahan suku Tumi itu. Sepertimana Ibu Ratunya dulu seringkali dibawa serta ayahandanya Pangeran Muncak Bawok memuja Melasa Kepappang, begitupun Sindi sepeninggal Akannya Umpu Betawang kerapkali menemani ibunya menyembah sang dewa penghuni pohon nangka bercabang dua. Ia merasakan betapa pohon nangka ajaib itu memiliki jiwa yang bersemayam secara misterius. Alam bawah sadarnya berucap bahwa ruh itu mengada secara alamiah dan selalu menyapanya dari balik reranting, dahan, dan batang pohon Melasa Kepappang.
Sindi yakin hanya dirinya yang terpilih untuk mendengar suara agung nan misterius penghuni pohon nangka ajaib sesembahan bangsa Tumi itu.
“Bahkan Ibu Ratu tak diperkenankan untuk mendengar lisan-Mu, wahai Dewata”, ucap Sindi pada diri sendiri dalam keyakinan yang utuh.
Namun kini kedigdayaan pohon nangka bercabang dua telah lenyap belaka. Kekuasaan Agung yang lain telah menampakkan dirinya tanpa malu-malu di setiap jengkal Tanah Bumi Sekala Bgha. Kekuatan besar itu mengatasi segala hal yang telah bertahta sebelumnya. Menjatuhkan Perempuan Penunggang Harimau dari kursi Pepadunnya sekaligus membubarkan kuasa purba Sekala Bgha, mengusir semua dewa yang pernah menghuni bebatu dan setiap Mesigit; serta menggulingkan kedaulatan Melasa Kepappang sebagai kuasa spiritual tertinggi. Disebabkan peristiwa yang terakhir pula dada Sindi terasa berdentam-dentam.
“Ayah…”, suara Sindi terdengar tercekat.
“Gerangan apa yang membuat hatimu berduka, Anakku?”, Maulana Penggalang Paksi seolah tahu kegalauan tengah menimpa menantu perempuannya itu.
“Adakah keberadaan Melasa Kepappang merupakan dosa besar bagi kita kaum beriman? Bukankah ia hanya sebatang pohon belaka?”
“Sebatang pohon jika ia tak pernah disembah atau didewakan, akan tetapi Melasa Kepappang bukan pohon biasa”, berkata ayah para Maulana dengan nada lemah lembut, “Ia turut menentukan jatuh bangun Sekala Bgha. Ia dipuja dan disembah melebihi dewa-dewi yang pernah diagungkan anak cucu La Laula. Melasa Kepappang adalah lambang kedewaan tertinggi bangsa Tumi. Pembiaran terhadap keberadaannya adalah sama dengan membiarkan rakyat Sekala Bgha terus menerus teringat pada kemusyrikan. Semua itu akan bermuara pada penyekutuan terhadap Allah Ta’ala. Camkan itu baik-baik putri kesayanganku.”
Sindi tak tahu lagi harus membalas dengan perkataan apa hujahan tegas ayah mertuanya itu. Kepalanya menunduk. Ia sungguh tak ingin berdebat. Dan memang tak ada gunanya membela mati-matian sebatang pohon yang telah tumbang dan menjadi bangkai itu. Sementara ia rasai berpasang-pasang mata suami dan ketiga iparnya menelisik setiap bahasa tubuhnya, setiap gerak tangan hingga bibirnya. Entah curiga apa yang menatah dihati keempat lelaki muda yang amat ia hormati dan cintai. Sindi menyesal karena pertanyaannya justru telah memunculkan benih-benih ketidak percayaan terhadap dirinya. Pelan-pelan ia kuasai diri yang tengah dikecambahi kerinduan terhadap Pokok Suci Melasa Kepappang, namun semakin hendak ia pupuskan rasa rindu itu justru semakin tumpahruah perasaan itu mengkili-kili ulu hatinya….
* * * * *
            Melewati waktu Isya suara tangisan Sindi kembali terdengar dari dalam kemahnya. Tempat berteduh dari gigilnya angin dingin negeri pegunungan itu berbentuk segi empat dan terbuat dari kulit beruang. Keempat sisi kemah dihubungkan oleh bambu buntu dan diikat oleh otot kerbau hutan.
            “Tak baik menangis terus seperti itu, Humairaku sayang”, suara lembut Maulana Belunguh menelisik hingga gendang telinga sang Putri Dalom Sekala Bgha, “Kenanglah setiap pahit getir kehidupan dengan senyuman, kekasihku.”
            Belunguh biarkan perempuan terkasihnya itu tenggelam dalam pelukannya. “Tandaskan tangismu, jangan ada kesedihan tersisa. Suamimu adalah sebaik-baik tempat mencurahkan isi hatimu”, bisik lelaki muda perantau Peureulak.
Suara penuh cinta dan sayang itu malah membuat tangis Sindi semakin menghiba. Kata-kata suaminya gagal sebagai penawar bagi dukanya yang terlampau lara. Ucapan Belunguh melahirkan kesadaran nan getir bagi dirinya. Kesadaran yang serupa takdir itu sendiri.
Kini ia hanya seorang perempuan muda sebatangkara. Ayahnya telah lama tiada terbunuh oleh racun sebukau bikinan Nyekhupa, saudara iparnya sendiri. Ibu Ratunya pun mati sia-sia dalam pertempuran hidup dan mati melawan saudara iparnya yang lain, Maulana Pernong. Sementara kakak tertuanya Kekuk Suik hilang tak berbekas setelah Sekala Bgha jatuh ke tangan Tentara Syahadat. Kini tiada lagi tempatnya mencurahkan isi hati selain suami tercintanya Maulana Belunguh. Perkataan lelakinya adalah benar adanya, ia seorang yatim piatu tanpa sesiapa jua di dunia ini.
“Kepada siapa lagi sikindua mengadu dan berkasih-kasihan, kepada siapa lagi selain Abang Belunguh tempat seorang Sindi berkeluh-kesah. Sikindua tak lain seorang perempuan yatim piatu…”
Semakin terenyuh perasaan Belunguh mendapati istrinya berkata seperti itu. Memang benar adanya kini Sindi adalah tanggungjawabnya dunia dan akhirat. Kelak ia harus pertanggungjawabkan segalanya di depan Hakim  Agung Allah Subhanahuwata’ala.
“Tiada seorang pun yang berhak menyentuh dirimu, wahai kekasih. Suamimu ini adalah tameng bernyawa bagi  hidup dan matimu”, bisik penuh cinta Maulana Belunguh coba usir segala sesal dan risau yang tengah menjajah perasaan hati Putri Dalom Sindi.
Malam itu Sindi dan Belunguh tenggelam dalam cumbu rayu percintaan layaknya sepasang kekasih pilihan. Setiap puji dan bujuk rayu itu telah tepikan setiap kesedihan yang terlanjur tumpah sejak kemarin. Semua dikalahkan oleh suatu ingatan bahwa percintaan mereka yang mengharubiru itu telah menghasilkan benih suci murni yang segera terlahir beberapa bulan mendatang.
“Semoga kehadiranmu kelak dapat lunturkan dendam yang pernah singgah, Nak”, bisik Belunguh pada perut istrinya
* * * * *
            PEMUJAAN pada malam itu tak terlupakan oleh Sindi seumur hidupnya. Itulah pemujaan terakhir Melasa Kepappang bagi dirinya bersama-sama keluarga besar Lamban Dalom Sekala Bgha. Peristiwa itu terjadi hanya beberapa minggu sebelum akhirnya ia nekat memutuskan sebambangan dengan Maulana Belunguh. Saat itu bulan purnama tampil dengan anggunnya. Menyinari seluruh Tanah Bumi Sekala Bgha tanpa terkecuali. Bulan yang perlihatkan dirinya sepenuh jasad mengisyaratkan misteri tersembunyi dari alam raya tak tergapai. Rembulan yang bulat nampak berwarna keperakan hingga setiap lekuk darinya begitu jelas terlihat umpama urat pipi gadis perawan yang tengah beranjak remaja. Sindi ingat betapa wajah ibunya tak putus bermuram durja selama berlangsungnya pemujaan itu. Ada kerut kekesalan tak biasa yang ia temui disana. Amarah dan sakit hati disebabkan keagungan dan kewibawaan Sekala Bgha perlahan-lahan terkikis sejak kedatangan lima lelaki durjana dari utara. Sindi ingat betul bagaimana ibunya sama sekali tak memperhatikan setiap patah kata dari rapal mantra yang diucapkan Pendita Utama Negeri Sekala Bgha, Gajah Mececak. Tangan Sekeghumong pun terlihat gemetar kala Gajah Mececak mempersilahkan dirinya memulai ritual dengan membakar kemenyan dan memercikkan air suci dari kaki gunung Pesagi. Harum dupa dan setanggi menjadi terasa hambar. Puja-puji dan ayat-ayat dewata pun tiada bermakna lagi, bagai suara ribuan lebah berdengung memekakkan telinga.
            “Itulah pemujaan terakhir bagi kami, Abang Belunguh”, berkata Sindi dengan suara separuh tak rela.
            “Aku disana saat pemujaan terakhirmu itu. Diam-diam saksikan engkau bersama Ibu Ratu dan Pun Beliau Pangeran Kekuk Suik tengah menyembah pohon celaka itu. Kau begitu cantik dalam balutan pakaian sutra cina berwarna biru. Adakah perjaka yang lebih berbahagia bila dapat tuntaskan rasa rindunya dengan mengintip diam-diam kekasihnya yang tersandera oleh cinta terlarang?”
Sindi terperanjat mendengar pengakuan suaminya. Benarkah yang didengarnya ini? Ia tak sangka Belunguh tengah berada disana hanya untuk sekedar mematuti dirinya. Melunaskan rindu dendam yang dibatasi sempadan keyakinan dan kesumat.
“Mengapa Abang senekat itu…”
“Dapatkah Adinda rasakan betapa sakitnya hati ini menahan rasa rindu tak terkira? Peristiwa pengusiran kami oleh Ibunda Ratu meninggalkan kekhawatiran terhadap engkau kekasihku. Perbuatan Adinda yang mencelakai diri sendiri demi membebaskan kami sungguh membuatku tak dapat tidur nyenyak. Akhirnya ku putuskan bersama Nyekhupa menyelinap ke Lamban Dalom Sekala Bgha. Semua itu hanya sekedar untuk memastikan dengan mata dan kepalaku sendiri bahwa Humairaku, Putri Dalom Sekala Bgha, dalam keadaan  baik-baik saja, tak berkurang sesuatu pun…”
Sindi terharu mendengar pengakuan suaminya. Betapa besar cinta dan pengorbanan Belunguh terhadapnya. “Apa yang akan terjadi bila malam itu penyusupan yang dilakukan Abang Belunguh dan Nyekhupa diketahui prajurit peronda Lamban Dalom? Ahhhh…” Sindi kibaskan pikiran tak bermuasal itu.
Ia tak ingin mengira-ngira segala hal yang tak sepatutnya terjadi. Semestinya ia syukuri kejadian buruk tak menimpa kekasih dan saudara iparnya. Semestinya ia sadari bahwa janin yang tengah tidur nyenyak di dalam perutnya adalah berkat terhindarnya suaminya dari peristiwa buruk yang mungkin menimpa.
“Bersyukurlah kepada Allah semata karena malam itu penyusupan Abang Belunguh dan Nyekhupa tak diketahui oleh tentara peronda..”
“Bersyukur pula kepada Allah sehingga tubuh kami berdua tak sempat dicincang pemanohan Ibunda Ratu..”, potong Belunguh sambil tersenyum getir.
Sindi membalas senyuman suaminya dengan tawa lirih tak kalah getir.
“Aku tahu perasaanmu terhadap lenyapnya Melasa Kepappang. Memang tak mudah mencabut begitu saja kepercayaan yang nyaris menguasai setiap tetes darah dalam tubuh kita.
Tetapi kedatangan keyakinan baru yang menempatkan Allah sebagai kuasa tunggal atas diri dan kehidupan kita semestinya dapat kita terima dengan ikhlas dan tanpa paksaan. Kehadiran Allah dan Jalan Yang Lurus dalam kehidupan kita sepatutnya sanggup mengusir kepercayaan-kepercayaan lama terhadap pokok laknat itu dan berhala-berhala sejenis.”
“Bukankah engkau telah belajar menerima Allah dan Rasul-Nya sebagai kuasa tertinggi dan manusia termulia, Humairaku sayang?”
Suara Belunguh yang terdengar lembut namun tegas justru mengatupkan sama sekali bibir mungil Putri Dalom Sekala Bgha.
“Aku tak memaksamu melupakan begitu saja kenangan manis bersama Melasa Kepappang. Mungkin terlalu banyak kenangan indah yang tercipta antara kalian seisi Lamban Dalom Sekala Bgha dengan pokok keramat itu. Tapi ku mohon Humairaku sayang, jangan engkau campur adukkan setiap ajaran lama yang mengandung kesesatan dengan kalam Ilahi yang berpijak pada ajaran Jalan Yang Lurus…”
“Sekalipun hanya untuk mengenang, Abang Belunguh kahut?”, Sindi menyela.
“Kenanglah bila itu mampu membuatmu bahagia dan tersenyum cerah, kekasihku. Tetapi dengarlah ucapan suamimu ini…”, Belunguh kemudian meraih kedua tangan Sindi dalam genggamannya, “Janganlah sekali-kali kita sebagai manusia beriman menduakan Allah dengan tuhan-tuhan lain yang tak jelas asal-usulnya. Allah Maha Besar, hanya Ia yang patut disembah. Tiada sekutu bagi-Nya.
Dan pahamilah betapa Allah itu pencemburu, wahai perempuanku terkasih. Allah tak ingin kesetiaan kita kepada-Nya terbagi. Bukankah engkau juga menolak bila aku jatuh hati pada perawan jelita suku Tumi yang lain?”
Seloroh Belunguh membuat pipi gembil Sindi merona merah. “Akan ku sobek-sobek dada Abang Belunguh dengan pemanohan Ibunda Ratu bila berani berlaku seperti itu.” Suara manja Putri Dalom Sekala disusul cubitan demi cubitan ke dada dan pipi suaminya itu. Belunguh tak menghindar. Ia hanya tergelak senang meladeni kemanjaan istrinya.
Namun diam-diam dari lubuk hatinya yang paling dalam kerinduan Sindi terhadap Melasa Kepappang masih berdentam-dentam menuntut penyalur. Kelak, walau telah menjadi pendamping setia Belunguh seringkali ia kenang masa-masa itu tatkala suara gaib penghuni Melasa Kepappang menyapa dengan keramahan tak terpermanai. Mengunjungi sang Putri Dalom dari balik tirai alam bawah sadarnya. Suara agung itu begitu ia kagumi dan sayangi, sebab hanya Sindi seorang yang diperkenankan mendengar wahyu dan titah-Nya. Diam-diam suara yang terngiang-ngiang begitu jelasnya itu pernah menantang keyakinan barunya terhadap Allah Yang Tunggal. Suara dari kuasa purba yang terakhir kali di dengarnya di bulan bakha belasan purnama yang lalu.*****